Latest News

:: Bersama Orang Bau Tanah Menuju Ke Surga



وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap insan terikat dengan apayang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21]

PENJELASAN AYAT 


Kenikmatan Ahli Jannah, Hidup Bersama Anak-Anak MerekaAyat di atas berbicara perihal salah satu kenikmatan sangat menyenangkan, yang diraih oleh penghuni nirwana (ahlul-jannah).

Karunia yang tidak hanya direguk oleh para wali-Nya di surga. Yakni hidup gotong royong dengan keturunan mereka, meskipun amalan shalih anak keturunan mereka tidak sepadan dengan orang tuanya baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.Dengan ini, pandangan orang renta tersebut menjadi sejuk damai, kebahagiaan mereka kian tak terkira, dan kegembiraan pun semakin sempurna. Suasana menyenangkan ini karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyatukannya kembali dengan anak keturunan mereka. Itu merupakan takrimah (penghargaan), ganjaran dan pelengkap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala . [1]

Sungguh, benar-benar sebuah kenikmatan yang membahagiakan, manakala orang renta berjumpa kembali dengan anak-anaknya. Suatu kenikmatan yang sangat besar. Kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat luas. Namun, persyaratan yang harus ada, yaitu belum dewasa mereka juga beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, sebagaimana tercantum secara terang dalam ayat.

Perhatikan keterangan Imam Ibnu Katsir rahimahullah perihal ayat di atas berikut ini.Beliau berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan mengenai keutamaan, kemurahan, kenikmatan dan kelembutan-Nya, serta curahan kebaikan-Nya kepada makhluk. Bahwa kaum mukminin, jika keturunan mereka mengikuti dalam keimanan (sebagaimana keimanan orang renta mereka), pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menempatkan belum dewasa yang beriman ini ke derajat orang renta mereka, kendatipun amalan-amalan shalih mereka (anak-anak yang beriman) itu tidak sebanding dengan amalan para orang tuanya itu. Supaya pandangan para orang renta menjadi tenang sejuk dengan kebersamaan anak-anaknya di kawasan yang sama.

Lantas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatukan mereka dalam kondisi terbaik. Anak yang kurang amalannya terangkat oleh orang tuanya yang tepat amalannya. Hal ini tidak mengurangi sedikit pun amalan dan derajatnya, meskipun mereka berdua alhasil berada di kawasan yang sama.[2]

Oleh alasannya ialah itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ

(dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka).

Imam al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan: Kami tidak mengurangi pahala amalan belum dewasa karena sedikitnya amalan mereka. Dan pula, tidak mengurangi pahala para orang renta sedikit pun, meskipun menempatkan keturunan mereka bersama dengan orang renta mereka (yang berada di derajat yang lebih tinggi, Pen.).[3]

Atau dengan pengertian lain, menyerupai diungkapkan oleh Imam ath-Thabari: Kami tidak mengurangi ganjaran kebaikan mereka sedikit pun dengan mengambilnya dari mereka (para orang tua) untuk kemudian Kami tambahkan bagi belum dewasa mereka yang Kami tempatkan bersama mereka. Akan tetapi, Kami beri mereka pahala dengan penuh, dan (lantas) Kami susulkan belum dewasa mereka ke tempat-tempat mereka (para orang tua) atas kemurahan Kami bagi mereka.[4]

Demikianlah, kemurahan dan keutamaan yang diraih belum dewasa melalui keberkahan amalan para orang tua. Adapun keutamaan dan kemurahan yang dilimpahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para orang renta melalui doa anak-anaknya, tertuang pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِيْ الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ : يَا رَبِّ أَنىَّ لِيْ هَذِهِ ؟ فَيَقُوْلُ : بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di surga,” maka ia pun bertanya: “Wahai Rabbku, bagaimana ini sanggup terjadi?” Allah menjawab: “Berkat istighfar anakmu bagi dirimu”.[5]

Hadits ini diperkuat oleh hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dalam Shahîh Muslim:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Ketika seorang insan meninggal, maka putuslah amalannya darinya kecuali dari tiga hal, (yaitu) sedekah (amal) jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shalih yang mendoakannya.Setiap Manusia Terikat Oleh Amalannya

Firman Allah:

كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

(tiap-tiap insan terikat dengan apayang dikerjakannya), mengandung pemberitahuan mengenai keadilan Allah. Bahwa pada hari final zaman kelak, setiap jiwa akan terikat dengan amalnya. Akan menerima pembalasan menurut amalnya itu. Kalau amalnya baik, maka balasannya baik pula. Sebaliknya, jika amalannya buruk, maka akhir jawaban yang diterimanya pun buruk.Hanya saja, Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan kemurahan-Nya kepada para orang tua, yaitu dengan bentuk mengangkat derajat keturunan-keturunan mereka ke tingkatan mereka sebagai wujud curahan kebaikan dari-Nya, tanpa adanya amalan dilakukan oleh anak keturunannya itu.[6]

Imam al-Qurthubi membawakan beberapa pengertian ayat ini dari keterangan para ulama. Yang pertama, ayat ini berbicara perihal penghuni neraka.Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata: Para penghuni neraka Jahannam terkungkung oleh amalan (buruk) mereka. Sementara itu, para penghuni nirwana menuju kenikmatan. Hal ini serupa kandungan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ عَنِ الْمُجْرِمِينَ

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka tanya-menanya, perihal (keadaan) orang-orang yang berdosa. [al-Muddatstsir/74:38-41].Kandungan ayat ini juga bersifat umum, berlaku bagi setiap manusia. Yang ia terikat dengan tindak-tanduknya. Ia tidak dikenai pengurangan pahala dari amalan baiknya.

Adapun bertambahnya pahala, ialah alasannya ialah kemurahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .Menurut klarifikasi lainnya, pengertian ayat ini dimaksudkan kepada anak keturunan yang tidak beriman. Sehingga, karena tak beriman, maka belum dewasa keturunannya itu tidak sanggup mencapai derajat menyerupai yang diraih oleh orang renta mereka yang beriman, dan akan tetap terkungkung oleh kekufurannya.[7]

Berbeda dengan keterangan-keterangan di atas, Syaikh as-Sa’di berpendapat, kepingan ayat ini ditujukan untuk menghilangkan prasangka bahwa belum dewasa penghuni neraka (ahlun-nar) pun mengalami hal serupa. Yaitu akan berada di kawasan yang sama dengan orang renta mereka. Lantas Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa keadaannya tidak demikian. Dalam problem ini, tidaklah sama kondisi antara nirwana dan neraka. Neraka ialah kawasan penegakan keadilan. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengadzab seseorang kecuali dengan perbuatan dosanya. Seseorang juga tidak memikul dosa orang lain.[8]

PELAJARAN DARI AYAT

1. Besarnya keutamaan dan kemurahan Allah kepada para hamba-Nya, kaum mukminin.

2. Penetapan adanya hari Pembalasan dan Kebangkitan.

3. Keutamaan iman dan kemuliaan para ahlinya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadikan anak keturunannya yang mempunyai amalan sedikit sanggup dipersatukan dengan para orang renta mereka yang mempunyai banyak amal shalih.
4. Penetapan kaidah, setiap insan akan tergantung dengan amal perbuatannya di alam abadi kelak.

Semoga Allah memberikan kita pada rahmatNya. Aamiin.

Wallahu a’lam

Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XII/Sya'ban 1429/20

Footnote
[1]. Lihat Aisarrut-Tafâsir (2/1286), Jâmi’ul-Bayân (27/34), Taisîrul-Karîmir-Rahmân (hlm. 815).

[2]. Tafsîrul-Qur`anil-‘Azhîm, 7/437.

[3]. Al-Jâmi’ li Ahkamil-Qur`ân, 17/60.[

4]. Jâmi’ul-Bayân, 27/34.

[5]. Tentang hadits ini, Imam Ibnu Katsir t berkata: “Isnadnya shahîh”. Syaikh al-Albâni berkata: “……”

[6]. Aisarut-Tafâsir (2/1286), Tafsîrul-Qur`ânil-‘Azhîm (7/438), Min Kunûzil-Qur`ânil-Karîm (1/314).

[7]. Lihat al-Jâmi’, 17/60.

[8]. Taisîrul-Karîmir-Rahmân, hlm. 815.

0 Response to ":: Bersama Orang Bau Tanah Menuju Ke Surga"

Total Pageviews