Latest News

:: Wacana Puasa Syawal Dan Lima Keutamaannya




Bagi yang ingin menunaikannya masih ada waktu. Yuk jangan lewatkan.

Faedah pertama : Puasa syawal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh.  
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa ibarat setahun penuh.”[1]
Para ulama menyampaikan bahwa berpuasa ibarat setahun penuh asalnya lantaran setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan).[2]

Makara seperti jikalau seseorang melaksanakan puasa Syawal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka dia ibarat melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

“Barangsiapa berpuasa enam hari sesudah Idul Fitri, maka dia ibarat berpuasa setahun penuh. [Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal][3].”[4]

Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah tanggapan kebaikan yang paling minimal.[5]

Inilah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Islam.

Cara melaksanakan puasa Syawal adalah:
* Puasanya dilakukan selama enam hari.Lebih utama dilaksanakan sehari sesudah Idul Fithri, namun tidak mengapa jikalau diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.

* Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jikalau dilakukan tidak berurutan.

* Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu supaya mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh.

* Dan ingatlah puasa Syawal yaitu puasa sunnah sedangkan qodho’ Ramadhan yaitu wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.

Faedah kedua : Puasa syawal ibarat halnya shalat sunnah rawatib yang sanggup menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib.Yang dimaksudkan di sini bahwa puasa syawal akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan sebagaimana shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib.

Amalan sunnah ibarat puasa Syawal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadhan yang seringkali ada kekurangan di sana-sini. Inilah yang dialami setiap orang dalam puasa Ramadhan, niscaya ada kekurangan yang mesti disempurnakan dengan amalan sunnah.[6]

Faedah ketiga : Melakukan puasa syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan.

Jika Allah subhanahu wa ta’ala mendapatkan amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan sholih selanjutnya. Jika Allah mendapatkan amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk melaksanakan amalan sholih lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal.[7]

Hal ini diambil dari perkataan sebagian salaf,

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Di antara tanggapan kebaikan yaitu kebaikan selanjutnya dan di antara tanggapan kejelekan yaitu kejelekan selanjutnya.”[8]

Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, “Balasan dari amalan kebaikan yaitu amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan kemudian dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu yaitu tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan kemudian malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini yaitu tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.”[9]

Renungkanlah, Bagaimana lagi jikalau seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadhan (rajin shalat musiman), namun sesudah Ramadhan shalat lima waktu begitu dilalaikan? Pantaskah amalan orang tersebut di bulan Ramadhan diterima?

Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi anutan Saudi Arabia) mengatakan, “Adapun orang yang melaksanakan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang ibarat ini berarti telah melecehkan agama Allah.

(Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum yaitu yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.” Oleh lantaran itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang ibarat ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melaksanakan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang ibarat ini tetap dianggap kafir berdasarkan pendapat ulama yang paling kuat.”[10] Hanya Allah yang memberi taufik.

Faedah keempat: Melaksanakan puasa syawal yaitu sebagai bentuk syukur pada Allah. 
 
Nikmat apakah yang disyukuri? Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam selama sebulan penuh yaitu lantaran datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan malam lailatul qadr di akhir-akhir bulan Ramadhan? Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak ada nikmat yang lebih besar dari pengampunan dosa yang Allah anugerahkan.”[11]

Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah kemudian dan akan tiba banyak melaksanakan shalat malam. Ini semua dia lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh istri tercinta dia yaitu ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha mengenai shalat malam yang banyak dia lakukan, dia pun mengatakan,

أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

“Tidakkah saya bahagia menjadi hamba yang bersyukur?”[12]

Begitu pula di antara bentuk syukur lantaran banyaknya ampunan di bulan Ramadhan, di penghujung Ramadhan (di hari Idul fithri), kita dianjurkan untuk banyak berdzikir dengan mengangungkan Allah melalu bacaan takbir “Allahu Akbar”. Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kau mencukupkan bilangannya dan hendaklah kau bertakwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kau bersyukur.”(QS. Al Baqarah: 185)

Begitu pula para salaf seringkali melaksanakan puasa di siang hari sesudah di waktu malam mereka diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakan shalat tahajud.Ingatlah bahwa rasa syukur haruslah diwujudkan setiap ketika dan bukan hanya sekali saja ketika mendapatkan nikmat. Namun sesudah mendapatkan satu nikmat, kita butuh pada bentuk syukur yang selanjutnya. Ada ba’it sya’ir yang cukup bagus: “Jika syukurku pada nikmat Allah yaitu suatu nikmat, maka untuk nikmat tersebut diharuskan untuk bersyukur dengan nikmat yang semisalnya”.

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Setiap nikmat Allah berupa nikmat agama maupun nikmat dunia pada seorang hamba, semua itu patutlah disyukuri. Kemudian taufik untuk bersyukur tersebut juga yaitu suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan bentuk syukur yang kedua. Kemudian taufik dari bentuk syukur yang kedua yaitu suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan syukur lainnya. Jadi, rasa syukur akan ada terus sehingga seorang hamba merasa tidak bisa untuk mensyukuri setiap nikmat. Ingatlah, syukur yang bergotong-royong yaitu apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak bisa untuk bersyukur (secara sempurna).”[13]

Faedah kelima: Melaksanakan puasa syawal menunjukan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja. [14]

Amalan yang seseorang lakukan di bulan Ramadhan tidaklah berhenti sesudah Ramadhan itu berakhir. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas kehidupan.

Sebagian insan begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan lantaran mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang mempunyai perasaan semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi sesudah Ramadhan lantaran kepenatan yang ia alami.

Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa sesudah hari ‘ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.Ada sebagian orang yang hanya rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada mereka,

بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد و يجتهد السنة كلها

“Sejelek-jelek orang yaitu yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja.

Sesungguhnya orang yang sholih yaitu orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun.” Ibadah bukan hanya di bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja.Asy Syibliy pernah ditanya, “Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, “Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya yaitu jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami kami juga sanggup mengatakan, “Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.” Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja. Semoga Allah memberi taufik.

‘Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ‘Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah dia mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ‘Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً

“Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan dia yaitu amalan yang kontinu (ajeg).”[15]

Amalan seorang mukmin barulah berakhir ketika kematian menjemput.

Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menimbulkan kematian (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematian.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu hingga tiba kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).[16]

Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan lebih banyak didominasi ulama menyampaikan bahwa “al yaqin” yaitu kematian. Dinamakan demikian lantaran kematian itu sesuatu yang diyakini niscaya terjadi.

Az Zujaaj menyampaikan bahwa makna ayat ini yaitu sembahlah Allah selamanya. Ahli tafsir lainnya mengatakan, makna ayat tersebut yaitu perintah untuk beribadah kepada Allah selamanya, sepanjang hidup.[17]

Sebagai penutup, perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, “Barangsiapa melaksanakan dan menuntaskan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut yaitu dimudahkan untuk melaksanakan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan yaitu melaksanakan kemaksiatan sesudah melaksanakan amalan ketaatan. Jika seseorang melaksanakan ketaatan sesudah sebelumnya melaksanakan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut.

Yang sangat cantik yaitu mengikutkan ketaatan sesudah melaksanakan ketaatan sebelumnya.

Sedangkan yang paling buruk yaitu melaksanakan kejelekan sesudah sebelumnya melaksanakan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan sesudah bertaubat lebih buruk dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. …

Mintalah pada Allah supaya diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah pinjaman pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”[18]

Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk istiqomah dalam ketaatan hingga maut menjemput. Hanya Allah yang memberi taufik.

Semoga Allah mendapatkan amalan kita semua di bulan Ramadhan dan memudahkan kita untuk menyempurnakannya dengan melaksanakan puasa Syawal.Segala puji bagi Allah yang denganNya kebaikan menjadi sempurna

 
Wallahu a'lam bishawab
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

0 Response to ":: Wacana Puasa Syawal Dan Lima Keutamaannya"

Total Pageviews