Imam Abu Hamid al-Ghazali (wafat tahun 505 H) dalam kitabnya Ihya’ Ulum ad-Din menguraikan dengan terperinci dan cantik rahasia-rahasia puasa yang bersifat batiniah, yang akan mengantarkan orang yang berpuasa menuju tingkatan puasa yang paling tinggi dan sempurna. Ulama besar madzhab Syafi’i dan rektor Universitas Nizhamiyah kota Naisabur itu berkata:
اعْلَمْ أَنَّ الصَّوْمَ ثَلَاثُ دَرَجَاتٍ: صَوْمُ الْعُمُومِ، وَصَوْمُ الْخُصُوصِ، وَصَوْمُ خُصُوصِ الْخُصُوصِ.“
Ketahuilah sebenarnya shaum (puasa) itu ada tiga tingkatan; puasa umum, puasa khusus, dan puasa sangat khusus.” (Imam Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Dien, 1/234)
Beliau kemudian menguraikan masing-masing tingkatan tersebut.
Pertama, Puasa umum
أَمَّا صَوْمُ الْعُمُومِ: فَهُوَ كَفُّ الْبَطْنِ وَالْفَرْجِ عَنْ قَضَاءِ الشَّهْوَةِ“
Puasa umum yaitu menahan petur dan kemaluan dari menunaikan syahwat.”Maksudnya, puasa umum atau puasa orang-orang awam yaitu “sekedar” mengerjakan puasa berdasarkan tata cara yang diatur dalam aturan fiqih. Seseorang makan sahur dan berniat untuk puasa pada hari itu, kemudian menahan diri dari makan, minum dan melaksanakan korelasi tubuh dengan suami atau istrinya semenjak dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. Jika hal itu telah dikerjakan, maka secara aturan fiqih ia telah mengerjakan kewajiban shaum Ramadhan. Puasanya telah sah secara lahiriah berdasarkan tinjauan ilmu fikih.
Kedua, puasa khusus
وَأَمَّا صَوْمُ الْخُصُوصِ فَهُوَ كَفُّ السَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَاللِّسَانِ وَالْيَدِ وَالرِّجْلِ وَسَائِرِ الْجَوَارِحِ عَنِ الْآثَامِ“
Puasa khusus yaitu menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh dari perbuatan-perbuatan dosa.”
Tingkatan ini lebih tinggi dari tingkatan puasa umum atau puasa orang-orang awam. Selain menahan diri dari makan, minum dan melaksanakan korelasi seksual, tingkatan ini menuntut orang yang berpuasa untuk menahan seluruh anggota badannya dari dosa-dosa, baik berupa
ucapan maupun perbuatan.
Tingkatan ini menuntut seorang muslim untuk senantiasa berhati-hati dan waspada.Ia akan menahan matanya dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan telinganya dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan lisannya dari mengucapkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan tangannya dari melaksanakan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan kakinya dari melangkah menuju hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan seluruh anggota badannya yang lain ia jaga semoga tidak terjatuh dalam tindakan maksiat.Tingkatan puasa ini yaitu tingkatan orang-orang shalih.
Ketiga, puasa sangat khusus
وَأَمَّا صَوْمُ خُصُوصِ الْخُصُوصِ: فَصَوْمُ الْقَلْبِ عَنِ الْهِمَمِ الدَّنِيَّةِ وَالْأَفْكَارِ الدُّنْيَوِيَّةِ وَكَفُّهُ عَمَّا سِوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِالْكُلِّيَّةِ.
“Puasa sangat khusus yaitu berpuasanya hati dari keinginan-keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan hati dari segala tujuan selain Allah secara totalitas.”
Tingkatan ini yaitu tingkatan yang paling tinggi, sehingga paling berat dan paling sulit dicapai. Selain menahan diri dari makan, minum dan korelasi seksual, serta menahan seluruh anggota tubuh dari perbuatan maksiat, tingkatan ini menuntut hati dan pikiran orang yang berpuasa untuk selalu fokus, memikirkan hal-hal yang mulia, mengharapkan hal-hal yang mulia dan memurnikan semua tujuan untuk Allah semata. Puasanya hati dan pikiran, itulah hakekat dari puasa sangat khusus. Puasanya hati dan pikiran dianggap batal ketika ia memikirkan hal-hal selain Allah, hari alam abadi dan berfikir wacana (keinginan-keinginan) dunia, kecuali masalah dunia yang membantu urusan akhirat. Inilah puasa para nabi, shiddiqin danmuqarrabin. (Imam Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Dien, 1/234)
Saudaraku seislam dan seiman….Agar puasa kita tidak sekedar menahan diri dari makan, minum, korelasi seksual dan pembatal-pembatal puasa yang bersifat lahiriah lainnya, imam Al-Ghazali menguraikan bahwa kita harus menjaga anggota tubuh kita dari dosa-dosa.
1. Menjaga pandangan mata
Yaitu menundukkan pandangan mata dari hal-hal yang diharamkan Allah dan rasul-Nya, menahan pandangan mata dari terlalu bebas memandang hal-hal yang dicela dan dibenci, bahkan menahan pandangan mata dari hal-hal yang menyibukkan hati dan melalaikan dari dzikir kepada Allah Ta’ala
.قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِن
ْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ“
Katakanlah kepada orang-orang mukmin pria semoga hendaknya mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Hal yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengerti apa yang mereka kerjakan. Dan katakanlah kepada orang-orang mukmin perempuan semoga hendaknya mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (QS. An-Nur [24]: 30-31)
2. Menjaga lisan
Yaitu menjaga lisan dari ucapan yang sia-sia, ucapan yang jorok, perkataan dusta, ghibah (menggunjing), namimah(adu domba), sumpah palsu, ucapan yang kasar, berkelahi verbal dan debat kusir. Ia hendaknya menyibukkan lisan dengan senantiasa membaca Al-Qur’an, berdzikir, mengucapkan perkataan yang baik dan lebih baik membisu dari hal-hal yang tidak bermanfaat
.الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
Puasa yaitu perisai (dari perbuatan dosa dan siksa api neraka, edt). Maka bila salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, janganlah ia mengucapkan perkataan yang keji dan jangan pula melaksanakan tindakan yang bodoh. Jika ada seseorang yang mencaci maki dirinya atau mengajaknya berkelahi, hendaklah ia menjawab: ‘Aku sedang berpuasa, saya sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari no. 1894 dan Muslim no. 1151)
3. Menjaga pendengaran
Yaitu menjaga pendengaran dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan, alasannya yaitu hal-hal yang haram diucapkan juga haram untuk didengarkan. Allah Ta’ala telah menyamakan antara mendengarkan perkataan yang haram dengan memakan harta yang haram, dalam firman-Nya
:سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ“
Mereka sangat banyak mendengarkan perkataan dusta dan sangat banyak memakan harta haram.” (QS. Al-Maidah [5]: 42)
4. Menjaga tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya dari hal-hal yang diharamkan
Tangan hendaknya dijaga dari menyentuh dan memegang hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala, atau dari melaksanakan tindakan yang diharamkan Allah Ta’ala ibarat memukul, mencuri, dan merampas hak orang lain tanpa hak. Kaki hendaknya dijaga dari melangkah menuju kemaksiatan, atau melaksanakan kezaliman kepada orang lain tanpa hak. Seluruh anggota tubuh lainnya dijaga dari melaksanakan kemaksiatan dan hal-hal yang tidak bermanfaat.Perutnya dijaga dari mengonsumsi makanan yang haram dan makanan yang mengandung syubhat dikala berbuka puasa dan makan sahur. Sebab apalah nilainya ia menahan diri dari makanan dan minuman yang halal semenjak terbit fajar hingga matahari terbenam, bila ia mengakhiri itu semua dengan makanan yang haram dikala berbuka puasa? Orang yang berpuasa ibarat itu yaitu bagaikan orang yang membangun sebuah istana dengan menghancurkan sebuah negeri.
5. Menjaga diri untuk tidak memenuhi perutnya dengan makanan dikala berbuka puasa.
Tujuan dari puasa yaitu melemahkan hawa nafsu. Jika semenjak terbit fajar hingga terbenam matahari hawa nafsu dilemahkan dengan mengosongkan perut, maka menyantap banyak makanan dikala berbuka puasa hanya akan membangkitkan hawa nafsu yang terkekang di siang hari. Puasa hanya berfungsi sebagai pemindah hawa nafsu dari siang hari ke malam hari. Apalagi bila ditambah dengan mengumpulkan aneka macam makanan dan minuman yang lezat. Hikmah-hikmah puasa, contohnya solidaritas terhadap kaum miskin, tidak akan teraih dengan cara ibarat itu.
6. Setelah berbuka puasa hendaknya hatinya diliputi perasaan harap-harap cemas, berharap puasanya diterima Allah Ta’ala dan takut bila puasanya tidak diterima Allah Ta’ala. Ia berada di antara perasaan harap dan cemas, alasannya yaitu ia tidak mengetahui apakah puasanya diterima Allah atau ditolak-Nya.
Semoga kita tidak termasuk dalam golongan yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam:” رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ“
Betapa banyak orang berpuasa namun tanggapan dari puasanya hanyalah lapar dan dahaga semata. Dan betapa banyak orang melaksanakan shalat malam (tarawih dan witir) namun akhirnya dari shalatnya hanyalah begadang menahan kantuk semata.”
(HR. Ahmad no. 8856, Abu Ya’la no. 6551, Ad-Darimi no. 2720, Ibnu Hibban no. 3481 dan Al-Hakim no. 1571. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanadnya kuat)
Ya Allah , sampaikan kami pada ampunan, ridha, rahmat dan cinta Mu .. Aamiin
Wallahu a’lam bish-shawab.
0 Response to ":: Menggapai Tingkatan Puasa Paling Tinggi Dan Sempurna"